Skip to main content

Lihat siapa yang tulus mencintaimu, jangan sampai ia bosan karena menunggumu terlalu lama

Malam ini langit gelap tanpa bintang. Mataku masih terpaku menatap layar ponselku. Aku menikmati foto seseorang yang kusimpan didalam memori ponselku.
Tring… tiba-tiba saja ada chat masuk. Aku membacanya sambil senyam-senyum sendiri. Itu pesan dari mantanku yang sekarang hanyalah menjadi teman baikku.
Ari: “Kamu udah ngerjain tugas”
Saya: “Udah, kamu sendiri?”
Ari: “Udah dong. Ketularan pinter sama kamu sih.”
Saya: “Ketularan apaan. Kamu udah pinter kali ri.”
Ari: “Tidur sana, cewek gak baik begadang.”
Saya: “Iya, duluan sana.”
Ari: “Kamu duluan gih.”
Saya: “Ya udah. Tapi kamu juga cepat tidur ya?”
Ari: “Iya, selamat malam dan selamat tidur Nia.”
Aku mematikan ponsel sambil senyam senyum tak jelas. Entah mengapa, menikmati setiap detik ini akan terasa indah jika terus bersamanya. Perlahan-lahan mataku menutup lengkap dengan lengkungan di bibirku.
Tak terasa malam sudah berganti menjadi pagi. Aku terbangun dari tidurku yang diselimuti dengan mimpi buruk. Kulihat dibalik jendela, matahari tidak bersinar. Awan terlihat mendung hitam, udara pagi tambah terasa dingin dan rintik hujan terus membasahi bumi. Hujan dipagi hari ini membuatku ingin kembali lagi tidur. Saat aku ingin tidur kembali, tiba-tiba bayangannya muncul di pikiranku.
Entah mengapa bayangan Ari tidak bisa hilang dari ingatanku. Padahal aku tahu sendiri, bahwa kami berdua sekarang tidak punya status apa-apa lagi. Dia tahu aku masih mencintainya, namun dia hanya ingin kita berdua berteman baik saja. Perasaan yang selalu menyakitkan hatiku setiap kali mengingatnya sedang jalan berdua dengan gebetan barunya.
“Nia, mau sekolah tidak?” Teriak mama dibalik pintu kamarku. Aku baru tersadar bagaimanapun cuaca saat ini, aku harus sekolah karena ada tugas yang harus dikumpulkan. Jika tidak segera dikumpulkan, aku bisa mendapat hukuman. Sesampainya di sekolah, aku bertemu Naufal. Naufal adalah sahabatku. Aku dan dia sudah bersahabat sejak kecil dan keluarga kami juga sudah saling mengenal. Beda halnya dengan Ari yang mampir di rumahku saja tidak pernah.
“Ari mana fal?”
“Bisa gak sih kamu seharian aja gak nanyain Ari?”
“Kenapa emangnya? Jangan gitu dong fal. Ari kan sahabat kita juga.”
“Sahabat darimananya? Ada ya, mantan jadi sahabat? Dan ternyata, diantara mereka ada yang masih suka. Sementara yang satunya udah nggak , dan hanya menganggap teman aja. Gue tahu gimana rasanya cinta bertepuk sebelah tangan! Jadi jangan sok tegar gitu kalo lo liat Ari dekat sama gebetan barunya.”
“Apaan sih fal! Sok tau banget sama kehidupan gue. “
“Jangan ngelak ah! Liat kebelakang dong. Ada yang berjuang, tapi lo nya gak peka-peka.” Aku melihat kebelakang dan nyatanya gak ada siapa-siapa.
“Maksud lo lihat kebelakang? Lo taukan dibelakang gue gak ada siapa-siapa. Lo punya indera keenam? Udah ah nggak usah bahas yang aneh-aneh. Sekarang gue mau tanya sama lo! Ari dimana?”
“Dia ada di atap sekolah.”
Aku langsung pergi meninggalkan Naufal dan berjalan keatap untuk melihat Ari.
Saat sampai di atap, aku melihatnya dan semuanya sudah sangat jelas. Mereka tampak cocok dan bahagia. Hatiku rapuh dan air mataku jatuh dengan sendirinya. Aku tak bisa berkata -kata lagi. Ari sudah bahagia dengan masa depannya. Sedangkan aku, apalah dayaku yang hanya menjadi bagian dari masa lalunya.
“Sudah lihatkan? Sudah sadar? Suara itu datang dari belakangku.
“Naufal? Kenapa kamu tak memberitahuku bahwa Ari ada diatap bersama pacar barunya.”
Naufal terdiam dan tak menjawab pertanyaanku. Aku langsung pergi meninggalkan dua insan yang sedang berbagi kebahagiaan, dan juga meninggalkan Naufal. Aku berlari menuju taman, dan Naufal berteriak memanggilku dan berlari mengikutiku.
“Kamu sengaja kan fal?” tanyaku sembari tersenyum miring, air mataku masih mengalir tak berhenti.
“Ya, aku sengaja. Itu semua demi kebaikanmu.”
“Kebaikan kamu bilang? Apa sekarang keadaanku bisa dibilang baik? Kau bodoh sekali Naufal.”
“Kau menyebutku bodoh?”
“Ya! Kau bodoh! Kau tak pernah mengerti rasanya mencintai tanpa dicintai!”
“Justru aku yang lebih sering merasakan hal itu Nia. Syukurlah kamu dapat merasakan apa yang aku rasakan dari dulu sampai sekarang.”
“Sekarang kamu senang kan melihat perasaanku hancur seperti ini.”
“Kau pikir aku melihatmu menangis, aku tak hancur? Aku hancur! Bahkan hatiku sudah hancur saat kau menjadi kekasih Ari. Dan kehancuranku sampai saat ini masih ada, ketika aku melihatmu hanya fokus pada satu titik. Hingga titik lain yang berjuang demi mendapatkan perhatianmu kau tak pernah menyadarinya.
Aku mencintaimu Nia. Tapi kau lebih menginginkan Ari daripada aku. Sadarlah! Ari itu udah menjadi milik orang lain dan itu kenyataannya.  Dia bukan milikmu lagi. Sekarang, terserah padamu.”


Comments