Dua hal yang bertolak belakang. Yang satu menawarkan
romantisme dingin dan sendu, sedangkan yang satu lagi melankolisme hangat dan
tenang. Meski keduanya bisa menjadi terjemahan dari rindu, pilu, benci, dan
cinta. Oh!!! Apalagi kenangan! Aku sebenarnya tak lebih
bingung dari kamu. Kenapa? Sini aku ceritakan...
Tentang Senja
Merah kuning yang membara, tetapi tetap santun. Semangat yang
berapi api, tetapi seolah teredam. Senja yang muncul sebentar untuk
menghangatkan, sekilas menawarkan ketenangan. Lalu sedetik kemudian dilibas
oleh kelam menuju malam. Gelaplah cakrawala, tanpa sisakan nyala. Senja
adalah jeda singkat. Di sekian nama tak berarti, yang tak menetap, tetapi
sempat lewat meski bukan berarti terlewat. Nama nama itu tetap ada. Di
tempatnya yang semula. Itulah senja. Ia mengajarkan kita agar menghargai
sesuatu yang hanya sekejap. Untuk kemudian kembali pada kenyataan, melanjutkan
apa yang ada.
Tentang Hujan
Bulirnya yang basahi bumi, seolah mengajarkan kita untuk terus
tabah. Tabah dalam memberi, karena memberi bisa hilang bagai tak berarti. Tabah
dalam memberi, karena dari memberi kita belajar keikhlasan. Hujan adalah
keikhlasan. Keikhlasan karena ia mendukung aksara tergelincir dari lisan sang
empunya, seolah terus menerus menjatuhkan bulir kenyataan dan repetisi dari hal
hal yang tak mungkin kembali.
Comments
Post a Comment