Senja adalah
akhir dari sebuah hari, membuat apa-apa yang telah terjadi menjadi sebuah
rangkaian cerita yang terususun rapi. Seperti puzzle yang harus dirangkai agar
terbentuk rupa yang dapat dikenali, kisah-kisah dihari itu yang akan menjadi
kenangan dikemudian hari. Senja yang setelahnya tentu sang malam akan tiba.
Sang langit tak lagi peduli pada mentari yang telah pergi, sebab ia hanya
peduli pada perjumpaannya dengan sang rembulan. Walau begitu, senja tak pernah
marah, ia hanya sunyi. Menyembunyikan segala ceritanya sendiri, entah bahagia
atau luka.
Dari
senja itu aku belajar menghargai rasa sunyi dan sepi. Tidak selalu aku akan
bersama orang yang kupilih. Tidak selalu orang yang kupilih juga memilihku.
Terkadang Tuhan membuat apa-apa yang begitu kita sayang pergi, bukan karena
Tuhan tak peduli. Bukan. Tuhan bahkan lebih peduli melebihi diri kita sendiri.
Tuhan menghadiahkan kesendirian untukku, memberikan sebuah rasa sunyi agar aku
menjenguk diri sendiri. Agar aku peduli dengan diri sendiri. Aku mungkin tak
sadar, aku telah terlampau mengacuhkan diri sendiri karena sibuk membahagiakan
orang lain, terlalu sibuk mengkhawatirkan orang lain. Orang lain yang tidak
lain adalah kamu. Dan sekarang, aku berhentikan menyibukkan diri untukmu. Aku
hanya akan peduli dengan diriku sendiri.
Comments
Post a Comment