Wednesday, 25 April 2018

Terima kasih karena telah menjadi Sahabat Sejati


Terkadang, jarak memang memisahkan kita. Ada kalanya kita tidak saling kontak karena kesibukan satu sama lain. Tapi aku tahu, setiap aku butuh, kamu selalu ada untuk aku meski kita terpisah jauh. Terima kasih untuk setiap  acara pergi, serta terima kasih kamu selalu ada meski aku sedang sedih. Kita berjanji, susah senang, kita selalu bersama. Aku percaya, segala rahasiaku selalu aman bersamamu. Ada setiap momen di antara kita, entah momen itu bahagia atau tidak, dan kita tidak pernah peduli akan hal itu. Kita sharing cerita-cerita bahagiamu padaku. Tak bisa kubayangkan, hidupku tanpa kalian. Pasti tidak akan bahagia dengan berbagai pengalaman yang seru.

Aku tahu, ada beberapa permintaanku tidak membuat kalian nyaman. Tapi, kalian tidak peduli akan hal itu. Meski jam sibuk dan kalian masing masing sudah memiliki janji lain, kalian mau membatalkannya untukku yang sedang bermasalah. Terima kasih untuk segala pengorbananmu ini. Terkadang kalian juga mendengarkan cerita-cerita yang buruk tentangku. Namun aku tahu, kalian percaya padaku dibandingkan dengan gosip-gosip buruk di luar sana. Terima kasih, karena tetap menyemangatiku di kala masa ini.

Aku tahu, terkadang aku juga tidak sepenuhnya terima dengan pendapat kalian.Tak jarang juga kita berargumen untuk sesuatu hal yang simple. Namun terima kasih, karena pertengkaran kita tidak pernah berakhir buruk. Terima kasih, karena selalu mau memaafkan diriku.
Selain orang tuaku, hanya kalian lah  yang paham dimana bagusnya diriku dan apa yang bisa aku lakukan. Terima kasih karena mau membantu dan mendorongku untuk lebih baik. Tanpa kalian, aku tidak akan menjadi seperti ini.
Sekali lagi, terima kasih telah menjadi apa adanya. Terima kasih karena tidak berpura-pura menjadi baik. Dan terima kasih karena telah lahir di dunia ini sebagai sahabatku.


Senja Adalah Akhir Sebuah Hari


Senja adalah akhir dari sebuah hari, membuat apa-apa yang telah terjadi menjadi sebuah rangkaian cerita yang terususun rapi. Seperti puzzle yang harus dirangkai agar terbentuk rupa yang dapat dikenali, kisah-kisah dihari itu yang akan menjadi kenangan dikemudian hari. Senja yang setelahnya tentu sang malam akan tiba. Sang langit tak lagi peduli pada mentari yang telah pergi, sebab ia hanya peduli pada perjumpaannya dengan sang rembulan. Walau begitu, senja tak pernah marah, ia hanya sunyi. Menyembunyikan segala ceritanya sendiri, entah bahagia atau luka.

Dari senja itu aku belajar menghargai rasa sunyi dan sepi. Tidak selalu aku akan bersama orang yang kupilih. Tidak selalu orang yang kupilih juga memilihku. Terkadang Tuhan membuat apa-apa yang begitu kita sayang pergi, bukan karena Tuhan tak peduli. Bukan. Tuhan bahkan lebih peduli melebihi diri kita sendiri. Tuhan menghadiahkan kesendirian untukku, memberikan sebuah rasa sunyi agar aku menjenguk diri sendiri. Agar aku peduli dengan diri sendiri. Aku mungkin tak sadar, aku telah terlampau mengacuhkan diri sendiri karena sibuk membahagiakan orang lain, terlalu sibuk mengkhawatirkan orang lain. Orang lain yang tidak lain adalah kamu. Dan sekarang, aku berhentikan menyibukkan diri untukmu. Aku hanya akan peduli dengan diriku sendiri.


Terlalu Nyaman


Kamu adalah langitku. Langit yang selalu meneduhkanku, menemaniku kapanpun dan dimanapun aku berada. Langit biru yang selalu bisa menenangkan hatiku. Jika cahaya selalu menerangi, akan selalu dapat kunikmati indahmu. Namun hari tak selamanya siang. Aku terlalu nyaman hingga aku lupa jika malam pun akan datang. Senjalah yang menjadi penanda.
Katakan saja akulah mentari itu, yang jatuh cinta padamu hai langit. Seperti titah Tuhan, ada mentari, ada pula sang rembulan.
Aku melupakan kehadirannya yang meminta senja menjemputku. Ya, aku harus menenggelamkan diri agar sang rembulan dapat memikat sang langit, menunjukkan cahaya indahnya, rupa cantiknya, yang hadirnya selalu diiringi kelip bintang-bintang angkasa.
Seperti itulah aku dan kamu, aku yang terlena dan terlalu nyaman akan hadirmu yang sekian lama menemaniku. Aku memang tak lagi peduli pada apa-apa yang menggodaku. 


Merenung Saat Senja Datang


Ketika mentari sudah mulai tenggelam, ada banyak hal yang dapat kita lakukan. Salah satunya adalah mengevalusi diri. Senja mengingatkan kita tentang apa yang sudah terjadi selama hari ini, dan apa yang akan kita lakukan esok hari. Senja menjadi waktu yang tepat untuk berharap agar esok kita masih dapat membuka mata dan melihat dunia.

“Semoga esok aku masih bisa membuka mata dan menikmati senja seperti hari ini.”

Pernah aku duduk di sini sendirian menatap senja. Membunuh waktu yang kadang membosankan. Mengusir segala kepenatan dalam diri seraya berkata :

“Jika senja saja masih setia aku tunggu, apalagi kamu. Sampai kapan pun aku terus menunggumu, dan berusaha agar kamu mengetahuinya. Berharap kamu berada di sampingku kala senja”

Ada banyak hal yang dapat kita rasakan kala senja menemani waktu kita bersama. Tak lupa ada banyak cerita yang bisa kita ceritakan kala senja menyapa kita.


Antara Senja Dan Hujan


Dua hal yang bertolak belakang. Yang satu menawarkan romantisme dingin dan sendu, sedangkan yang satu lagi melankolisme hangat dan tenang. Meski keduanya bisa menjadi terjemahan dari rindu, pilu, benci, dan cinta. Oh!!! Apalagi kenangan! Aku sebenarnya tak lebih bingung dari kamu. Kenapa? Sini aku ceritakan...

Tentang Senja

Merah kuning yang membara, tetapi tetap santun. Semangat yang berapi api, tetapi seolah teredam. Senja yang muncul sebentar untuk menghangatkan, sekilas menawarkan ketenangan. Lalu sedetik kemudian dilibas oleh kelam menuju malam. Gelaplah cakrawala, tanpa sisakan nyala. Senja adalah jeda singkat. Di sekian nama tak berarti, yang tak menetap, tetapi sempat lewat meski bukan berarti terlewat. Nama nama itu tetap ada. Di tempatnya yang semula. Itulah senja. Ia mengajarkan kita agar menghargai sesuatu yang hanya sekejap. Untuk kemudian kembali pada kenyataan, melanjutkan apa yang ada.

Tentang Hujan

Bulirnya yang basahi bumi, seolah mengajarkan kita untuk terus tabah. Tabah dalam memberi, karena memberi bisa hilang bagai tak berarti. Tabah dalam memberi, karena dari memberi kita belajar keikhlasan. Hujan adalah keikhlasan. Keikhlasan karena ia mendukung aksara tergelincir dari lisan sang empunya, seolah terus menerus menjatuhkan bulir kenyataan dan repetisi dari hal hal yang tak mungkin kembali. 

I am Sorry

         Senin kemarin, 23 April 2018 tepatnya hal yang tak diinginkan terjadi. Kesalahan yang telah kubuat sendiri telah membuat orang lain tersakiti dan bahkan ia sampai dijauhi. Mungkin aku betul-betul ingin sendiri dan sendirian menangis menyesali hari itu yang membuat semuanya seakan beda. Beda dari yang kukira. Aku gengsi jika dilihat menangis. Tapi jujur aku ingin memaki diri ku sendiri. Berawal dari sikapku yang menyakiti beberapa diantara mereka.

        Jika omongan dan perbuatan ku menyakiti orang-orang, aku menyesal dan berusaha menjauh agar tak ingin lagi terulang untuk kedua kali Nya. Tidak saling bertemu merupakan cara yang baik untuk menciptakan jarak dan membuat kamu menyadari bahwa aku memang bersungguh-sungguh ingin menjauh. Aku ingin memberi  waktu untuknya menenangkan diri dan terbiasa dengan ketidakhadiran ku.
Sahabat terbaik mungkin sulit untuk ditemukan bahkan berat juga untuk saling meninggalkan dan memang mustahil untuk saling melupakan. Tapi jujur aku tak ingin semua menjadi ada salah paham lagi.

Mungkin aku memang bukan orang baik, tapi aku tau apa yang kuperbuat.

Maafkan aku karena telah membuat luka dihatimu, sehingga dirimu menangis dan menjadikan wajah manismu hilang tertutup awan kesedihan.

Friday, 20 April 2018

Senja Itu Indah


Setiap sore, aku hanya ingin menatap senja. Bukan untuk mencari arti, tapi aku sangat menikmati ketika senja itu datang menghampiri. Senja adalah keindahan nyata yang Tuhan ciptakan dan aku hanyalah seorang penikmat senja. Senja begitu bermakna bagiku. Dimana saat aku menatap senja, aku bisa tersenyum bahagia melihat indahnya dan membuatku merasa tak ada beban.
      Ketika senja melukiskan keindahan nya, maka saat itu aku berharap agar diriku mampu menuangkan rasa cinta yang ku punya untuk seseorang yang suatu saat menjadi milikku. 



Thursday, 19 April 2018

Tentang Ayah

Bolehkah aku membenci dan melupakan mu Ayah ?

Orangtua merupakan tumpuan bagi setiap anak. Memiliki orangtua yang lengkap adalah keinginan setiap anak di muka bumi ini, tak terkecuali denganku. Namun, takdir berkata lain bagiku. Dari mulai aku kecil aku tak pernah mengenal bagaimana seorang ayah itu, karna aku tak pernah merasakan kasih sayang darinya. Aku hidup dari sosok anak yang tumbuh tanpa peranan seorang Ayah. Memang semua terbayang sangatlah berat namun kini telah ku lalui semua hingga aku tumbuh menjadi seorang remaja yang kuat dan tegar dalam menghadapi persoalan hidup. Tanpa kehadiran sosok ayah yang mendampingi ku tentu ada sosok lain yang menggantikannya tidak lain dan tidak bukan adalah ibu. Ibu bagi ku adalah sosok luar biasa yang memiliki peran ganda oleh keadaan, ia menjadi sosok ibu yang penuh kasih sayang dalam merawat anaknya hingga menjadi sosok perkasa mencari nafkah untuk membiayai kehidupan keempat anaknya.

Memang aku tak pernah kekurangan kasih sayang karena ibu telah memberikan sayang yang lebih kepada ku namun tak bisa dipungkiri kehadiran sosok ayah sangat ku rindukan.
Pernah suatu ketika disaat aku masih berada di bangku SD aku mengalami pergejolakan yang begitu dahsyat, aku tidak tahu apa dan siapa itu sosok ayah sehingga membuat aku bertanya dan terus bertanya. Hal ini berawal ketika masih kelas 1 SD yang setiap harinya sering bernyanyi bersama saat hendak pulang sekolah dan disaat itu yang dinyanyikan adalah lagu yang sangat identik dengan anak-anak. Karena sangat senang, aku pun ikut bernyanyi bersama-sama.
“Satu-satu aku sayang ibu, dua-dua aku sayang ayah, tiga-tiga sayang adik kakak, satu dua tiga sayang semuanya.”
Nah, yang mengganjal di benak ku siapakah sosok ayah yang ada pada lirik lagu ini.
Aku ingat saat aku bertanya pada ibuku pertama sekali karna aku belum sekalipun saat masih kecil melihat sosok ayah ku.
"Bu, ayah dimana? kok gak pernah ada dirumah?"
“Ayah kamu lagi kerja nak,” jawab ibu sambil meneteskan air matanya.
“Kok gak pulang-pulang sih bu? terus ibu kok menangis?” tanya ku kembali.
“Ayah kamu lama pulang sayang, mungkin dia lagi sibuk. Kamu jangan tanya-tanya ayah lagi,” jawab ibuku sambil meneteskan air matanya.
“Ia bu, tapi ibu jangan nangis lagi ya,” ujar ku sambil mengusap air mata yang terus menetes membasahi pipi ibuku.

Sampai akhirnya aku tau saat kutemukan surat perceraian didalam lemari ibuku dan aku memberanikan diri untuk bertanya. Ternyata ayah selama ini telah mempunyai istri dan bahkan anak 4. Saya benar-benar tidak menyangka. Jujur kadang saya iri dengan orang lain yang bahagia bersama ayah nya. Walaupun saat kecil dulu, saya selalu di ejeki teman-teman karna saat ada acara apapun, ibu saya selalu datang sendiri. Beda dengan mereka, yang orangtuanya selalu bersama. Saya sedih melihat ibu saya. Sebenarnya dulu ada yang menyukai ibu saya dan ingin menikahinya, tapi ibuku menolak. Disitu aku dapat belajar bahwa ibu ku adalah orang yang setia. Ia kuat menjalani hidup membesarkan kami hingga sekarang. Aku selalu menangis ketika melihat ibu ku tidur. Kadang pernah terlintas dipikiran ku, jika Tuhan mengambil ibu ku, sungguh hidupku bisa dibilang hancur dan rapuh.
Mungkin saat ini aku belum bisa membahagiakan mu tapi jujur aku ingin suatu saat nanti kuwujudkan impianku membahagiakanmu . 

Keadaan ini memotivasi diriku agar aku belajar segiat mungkin untuk membahagiakan ibu dan membuat perjuangannya selama ini tidak sia-sia. Dan aku berjanji kelak jika aku telah selesai dari pendidikan ku, aku akan bekerja untuk mendapatkan gaji yang lebih besar dan membahagiakan ibu ku yang telah berjuang untuk ku. Masalah ayahku kini meninggalkan pertanyan besar di benakku “Boleh kah aku membenci dan melupakan mu ayah?”
Namun semua itu tidak ada guna nya . Karena saat ini orang yang kusayang dan ku cinta cuman kau "IBU.” Jangan pergi meninggalkan ku duluan, karna jujur aku tak sanggup jika kehilanganmu. Maaf kalo selama ini aku tidak cerita apa - apa tentang ku bagaimana diluar sana .

Percayalah padaku, apapun masalahku tak akan pernah kumerepotkan mu. Aku berjanji akan bahagiakan mu dengan cara ku sendiri, dan meminta Tuhan mewujudkan nya.

Wednesday, 18 April 2018

Penikmat Senja Yang Belum Bisa Move On

           Hanya dia yang bisa membuatku jatuh cinta seperti ini. Tapi sayang dia telah pergi meninggalkan sebuah kenangan yang sulit kulupakan. Saat aku tertawa bersama nya, saat aku menangisi kesedihanku dimana aku begitu  kehilangan nya. Saat aku menikmati indahnya senja, disitu aku tersenyum mengingat mu. Dan mungkin aku tak bisa menikmati hangatnya pelukmu.
 Aku sangat rindu padamu. Bahkan jika kau tau, kau takkan tega melihatku terus mengingatmu. Saat ini aku belum menemukan penggantimu. Bukan karna tidak ada yang kusayang selainmu. Tapi ia beda denganmu. Belum ada seorang pun yang bisa menggantikan mu. Aku berharap Tuhan mempertemukan ku dengan cinta yang sepertimu lagi.

         Sungguh rindu ini tak mampu ku simpan didalam hati ini. Saat menatap foto mu, aku selalu berharap kau juga berada disampingku. Melihat kesedihanku dan mencoba menghapus kesedihan ini. Kau harus tau betapa aku mencintaimu.


Menunggu Cinta Seperti Senja

Kenapa senja yang paling ditunggu? karena ia akan memulai esok yang baru. Ntah itu esok yang lebih baik dari hari ini atau malah sebaliknya. Senja kadang merah merekah, bahagia dan kadang juga hitam berduka. Tapi langit terima apa adanya. Senja mengajarkan perpisahan tanpa senyuman dan lambaian tangan. Senja mengajarkan arti menunggu dan merindu. Dimana ada orang yang selalu aku tunggu kehadirannya disini tapi sayang dia telah tiada dan pergi jauh. Kadang saat aku merindukannya, aku melihat senja yang indah dimana bermakna bahwa sesuatu yang indah akan pergi juga.

        Senja kabarkan padanya yang jauh disana, aku rindu. Sangat rindu sekali. Apakah aku bisa menemukan cinta seperti itu lagi? Sangat berat rindu ini bahkan aku ingin memeluknya. Bisakah kita bertemu semalam lagi, meski dalam mimpi. Rindu tak lagi punya ruang pada senja yang gerimis. Mengutuk langit tersebab menunda pelangi, lagi dan lagi. Aku merindukan mu sebanyak aku merindukan jingga nya senja. Kala diri mu pergi, hanya pada senja aku mengadu rindu ini dan pada hujan aku titipkan air mataku. Sangat ingin bertemu pada nya suatu saat nanti, tapi aku tak bisa memaksa keadaan karna aku dan kamu telah jauh, jauh sekali. Menggapaimu, melihat senyum mu, mengikuti aktivitas mu bahkan menyapa mu saja tidak bisa lagi. Sungguh hati ini terkadang sangat sedih jika mengingatmu. Bahkan terkadang aku tak rela melepasmu. Maaf jika suatu saat nanti hatiku seutuhnya milik orang lain yang mampu menggantikanmu.

         Senja begitu indah dan malam begitu syahdu, karena hanya dengan menikmati ciptaannya aku bisa melupakanmu. Akan tiba waktu dimana rindu tak lagi butuh temu, bukan hadir orang baru, namun karena hati yang telah beku; terlalu lama menunggu. Rindu yang dulu begitu gaduh, sekarang diam. Bukan karena tak lagi sayang, namun segala tentangmu tak sanggup lagi kutuliskan. Sesekali berlarilah sejauh jauhnya dari ingatanku, agar aku tak mudah mengingatmu, agar aku tak selalu merindukanmu. Di antara rimbunnya rindu, kucari sisa sisa pelukmu, meski akan terasa hambar dan semu; aku ingin merasakan kembali hangat dekapmu.
         “Itulah senja, yang seperti cinta, tiada pernah tetap tinggal abadi, selalu berubah sebelum punah, meninggalkan segalanya dalam kegelapan dunia yang merana.”